Baik tertulis atau tidak, ilmiah atau bukan, selama itu disampaikan (tidak masih dalam fikiran). Itu adalah karya sastra.
Kalau dilihat dari jenis hasil karya keduanya (Fiksi dan Non Fiksi) mungkin banyak orang pasti bisa membedakannya. Tapi secara definitif hanya segelintir orang yang bisa menjelaskan perbedaannya.
Satu jawaban yang kurang tepat jika membedakan pengertian Fiksi dengan Non Fiksi berdasarkan nilai kebenarannya. Dengan mengatakan “Fiksi adalah karya yang tidak punya nilai kebenaran, sedangkan Non Fiksi punya nilai kebenaran karena sudah dilakukan pengamatan sebelumnya”.
Jawaban seperti itu tidak benar dan juga tidak salah. Hanya terlalu sempit rasanya jika menggambarkannya seperti itu.
Apalagi saat ini, perbedaan antara Fiksi dengan Non Fiksi hampir sulit untuk diketahui. Bahkan para ahli, tokoh, dan kritikus sastra memiliki perbedaan pendapat dalam membandingkan keduanya.
Lalu membuat definisi baru mengenai perbedaan keduanya. Sehingga membuat beberapa definisi terdahulu tidak berlaku lagi.
Agar tidak semakin salah mengartikannya, langsung kita bahas saja..
Sebelumnya mari baca dulu beberapa pengertian Fiksi dan Non Fiksi menurut para ahli
1. Burhan Nurgiyantoro: Fiksi adalah sebuah prosa naratif yang bersifat imajiner, meskipun imajiner sebuah karya fiksi tetaplah masuk akal dan mengandung kebenaran yang dapat mendramatisasikan hubungan-hubungan antar manusia.
2. Abrahams: Fiksi merupakan karya naratif yang isinya tidak menyaran pada kebenaran sejarah tetapi suatu yang benar ada dan terjadi di dunia nyata sehingga kebenarannya pun dapat dibuktikan dengan data empiris.
3. Henry Guntur Tarigan: Fiksi adalah sesuatu yang dibentuk, sesuatu yang dibuat sesuai yang diciptakan, sesuatu yang diimajinasikan.
4. Geir Farner: Non Fiksi adalah klasifikasi untuk setiap karya informatif (seringkali berupa cerita) yang pengarangnya dengan itikad baik bertanggungjawab atas kebenaran atau akurasi dari peristiwa, orang, dan/atau informasi yang disajikan.
Masih banyak pendefinisian Fiksi dan Non Fiksi menurut para ahli yang lain.
Berdasarkan pendefinisian beberapa ahli diatas, saya pun menyimpulkan dengan membuat definisi Fiksi dan Non Fiksi sebagai berikut:
Fiksi merupakan sebuah karya imajinatif yang dibuat tertulis atau tidak tertulis, namun masih memiliki nilai kebenaran berdasarkan pengalaman seseorang atau lebih.
Sedangkan Non Fiksi adalah karya informatif yang dibuat tertulis atau tidak tertulis melalui proses pengamatan dan pencarian data, sehingga nilai kebenaran atau keabsahannya dapat dipertanggungjawabkan.
Pendefinisan Fiksi lebih ditekankan pada sifatnya yaitu imajinatif. Sedangkan Non Fiksi lebih ditekankan pada tujuannya yaitu informatif.
Meskipun begitu, bukan berarti Fiksi tidak punya tujuan dalam penciptaannya dan Non Fiksi tidak punya sifat dari hasil karyanya.
Pembuatan karya Fiksi memiliki tujuan beragam. Tergantung pada jenis karya yang dibuat dan keinginan si pembuatnya. Karya-karya Fiksi memiliki pembagian lagi menurut genre. Pada genre tersebut lah akan dapat diketahui tujuan dari pembuatan karyanya.
Lebih lanjut akan dibahas pada artikel selanjutnya mengenai Genre Fiksi.
Karya-karya Non Fiksi bersifat faktual. Karena ada kebenaran yang dapat dibuktikan dari hasil karyanya.
Secara garis besar perbedaannya hanya terletak pada:
Imajinatif dan Informatif adalah pembedaan pertama.
Fiksi dianggap karya imajinatif karena asal terciptanya karya fiksi berdasarkan khayalan atau karangan penciptanya. Pembuat fiksi tidak begitu membutuhkan pengamatan terlebih dahulu atau pun data agar bisa membuatnya.
Sedangkan Non Fiksi dianggap karya informatif karena tujuan pembuatannya yaitu sebagai sumber informasi. Pengamatan terlebih dahulu dan data-data yang dimiliki menjadi alasan penting dan harus dalam pembuatan karya non fiksi.
Nilai kebenaran adalah pembedaan kedua.
Nilai kebenaran karya fiksi adalah kebenaran yang tidak wajib atau harus. Artinya, pembuat fiksi tidak memiliki kewajiban membuat karyanya dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. Karena pembuat fiksi hanya menggunakan khayalannya dan sebuah pengalaman untuk berkarya.
Meskipun begitu, beberapa karya fiksi ada yang dibuat dengan proses pengamatan terlebih dahulu. Itu tergantung keinginan dari si pembuatnya.
Sedangkan nilai kebenaran karya non fiksi adalah kebenaran yang wajib atau harus. Karena karya non fiksi bertujuan menjadi sumber informasi maka, pembuatnya harus membuatnya dengan fakta yang sebenar-benarnya.
Karya non fiksi yang dibuat tidak memiliki nilai kebenaran yang dapat dipertanggungjawabkan akan berdampak langsung pada karyanya dan pembuatnya.
Mengenai penjelasan tertulis atau tidak tertulis. Menurut pemahaman saya, bahwa tidak semua karya non fiksi itu tertulis.
Seperti misalnya Pidato dan Opini, yang masuk dalam contoh karya non fiksi. Tidak selamanya Pidato dan Opini itu dibuat tertulis. Dalam waktu tertentu keduanya bisa hanya berupa lisan saja dan tidak pernah ditulis sebelumnya.
Maka dari itu saya juga mendefinisikan Non Fiksi dengan pernyataan “tertulis atau tidak tertulis”.
Sedangkan beberapa karya fiksi memang sudah diketahui ada yang tidak tertulis. Seperti Dongeng, Mitos, dan yang lainnya.
Kalau pun beberapa karya itu ditemukan tertulis pada sebuah media tulis. Yang harus diingat adalah mengenai pembagian kelompok karya sastra tertulis dan tidak tertulis. Yang mana Dongeng, Mitos, Fabel dan lainnya adalah jenis sastra tidak tertulis (lisan). Baca lagi Tentang Sastra Indonesia.
Selain daripada hal yang tersebut diatas, satu hal lagi yang dapat menjadi acuan pembedaan Fiksi dengan Non Fiksi. Yaitu pada bahasa yang digunakan.
Bahasa yang digunakan pada beberapa karya fiksi bermakna kiasan dan ganda. Bahasa yang dibuat terkadang bukan pada makna yang sebenarnya.
Pada bahasa karya fiksi seperti itu, pembaca atau pendengar akan terbawa pada maksud yang lain ketika berusaha untuk memahaminya.
Secara teoritis makna bahasa yang digunakan itu disebut konotatif atau asosiatif.
Beberapa karya Fiksi lainnya juga menggunakan bahasa-bahasa yang bermakna ekspresif dan sugestif. Pada makna seperti ini, pencipta berusaha menunjukkan subjektifitasnya pada karyanya dan mencoba menggugah perasaan pembaca atau pendengar karyanya.
Tak jarang kata-kata dalam karya Fiksi menggunakan kata-kata yang bukan kata baku.
Sedangkan karya Non Fiksi, bahasa yang digunakan adalah bahasa yang menunjukkan pada pengertian atau maksud terbatas. Tidak menunjukkan makna ganda.
Keadaan terbalik dengan bahasa Fiksi. Dimana pembaca atau pendengar karya Non Fiksi tidak terbawa pada makna atau maksud yang lain.
Secara teoritis makna karya Non Fiksi disebut denotatif. Kebanyakan kata-kata yang digunakan pun adalah kata baku.
Maka dapat saya simpulkan beberapa perbedaan antara Fiksi dan Non Fiksi pada tabel dibawah ini..
Contoh karya Fiksi, yaitu: Cerpen, Novel, Puisi, Drama, Dongeng, Mitos, Fabel, Hikayat, dan sebagainya.
Contoh karya Non Fiksi, yaitu: Karangan Eksposisi, Argumentasi, Fungsional, Opini, Esai, Biografi, Memoar, Pidato, Jurnalisme, Ilmiah, Ensiklopedia, dan sebagainya.
Ada hal penting yang harus kita pahami lagi mengenai Fiksi dan Non Fiksi. Dimana hal berikut ini adalah dampak dari persinggungan keduanya.
1. Semakin Sulit Membedakannya
Semakin beragamnya jenis karya yang dicipta, membuat semakin sulitnya menggolongkan beberapa karya tersebut untuk masuk dalam kategori fiksi atau non fiksi.
Ini terlihat dalam pembuatan biografi.
Mengutip pernyataan Virginia Woolf: jika kita berfikir tentang kebenaran sebagai sesuatu yang soliditasnya seperti granit, dan tentang kepribadian sebagai sesuatu yang penggambarannya seperti pelangi, dan merenungkan bahwa tujuan dari biografi adalah untuk menyatukan keduanya menjadi suatu kesatuan yang mulus; kita akan mengakui bahwa masalah yang dihadapi adalah sulit dan bahwa kita tidak perlu heran jika para penulis biografi sebagian besar tidak dapat mengatasinya.
Biografi adalah karya yang dibuat seseorang dengan menceritakan seseorang yang lain.
Menanggapi apa yang dinyatakan Virginia diatas, memang benar adanya. Tidak ada satu pun penulis biografi yang mampu mencapai titik kesempurnaan karyanya, dengan benar-benar meyakinkan bahwa segala hal tentang tokoh yang diceritakan adalah tepat tanpa menggunakan imajinasi (rekaan) sang penulis.
Penyebab itulah kemudian sering membuat sebuah karya biografi yang pada golongannya termasuk dalam Non Fiksi menjadi tidak jelas batasannya dengan sebuah karya Fiksi.
2. Semi Fiksi
Karya-karya Fiksi yang dibuat pencipta terkadang tidak seluruhnya berisikan hal-hal yang berdasarkan hasil rekaan (khayalan) belaka. Adanya penyampaian fakta-fakta yang sesuai dengan kehidupan nyata, namun disampaikan dengan metode yang sama dengan karya Fiksi. Maka, disebutlah itu karya Semi Fiksi.
Beberapa kalangan juga menyebut, semi fiksi adalah semi ilmiah. Karya fiktif yang mengulas fakta-fakta sesuai kenyataannya.
Contoh karya yang dapat dikatakan sebagai Semi Fiksi adalah Feature. Memang masih menjadi perdebatan sebenarnya bagi beberapa kalangan mengenai Feature. Apakah termasuk dalam kategori Fiksi atau Non Fiksi.
Pada intinya Feature adalah tulisan jurnalistik. Gaya bahasa yang digunakan pada Feature seringkali memang terkesan santai dan begitu luwes. Tidak terkesan kaku seperti tulisan-tulisan jurnalistik lainnya.
Fakta-fakta dan informasi yang disampaikan penulis Feature dibuat dengan gaya bahasa yang ekspresif. Tujuannya untuk menggugah perasaan pembacanya.
Seperti layaknya karya Fiksi, subjektifitas penulis sangat terlihat dari karya Feature. Namun penulis Feature tetap lebih mengedepankan informasi dan fakta-fakta yang diulasnya.
Mudah-mudahan tulisan ini bermanfaat buat kita semua. Jika memiliki kekurangan mohon koreksinya..
0 komentar:
Posting Komentar