Sabtu, 22 Oktober 2016

Novel - Pembahasan Singkat Tentang Novel

Novel Karya Marah Rusli
Di masa sekarang ini, siapa yang tidak mengenal “Novel”?. Bahkan kalangan yang bukan pecinta sastra pun tahu bahwa novel adalah karya fiksi.

Novel adalah salah satu karya fiksi yang paling banyak peminatnya hingga saat ini. Di Indonesia, bahkan di dunia.

Sebagaimana yang disebutkan oleh Drs. Jakob Sumardjo: Novel adalah bentuk sastra yang paling populer di dunia. Bentuk sastra ini paling banyak dicetak dan paling banyak beredar, lantaran daya komunitasnya yang luas pada masyarakat.

Namun, tahukah kita kalau novel bukanlah karya fiksi yang baru lahir?. Novel sudah ada sejak ratusan tahun lamanya.

Beberapa menyebutkan, karangan berupa novel baru ada di Indonesia sejak masa Angkatan Sastra Balai Pustaka (1920). Itu pun awalnya masih berupa hasil terjemahan novel-novel barat. Belum ada karya asli bangsa Indonesia.

Lalu muncullah novel-novel seperti Azab dan Sengsara (oleh Merari Siregar), Siti Nurbaya (oleh Marah Roesli), Sengsara Membawa Nikmat (oleh Tulis Sutan Sati), Salah Asuhan (oleh Abdul Moeis), dan yang lainnya. Menjadi Novel-Novel pertama karangan penulis Indonesia.

Namun, seorang Claudine Salmon menjelaskan dalam buku “Sastra Indonesia Awal, Kontribusi Orang Tionghoa”, yang diterbitkan oleh École française d'Extrême-Orient dan Kepustakaan Populer Gramedia pada akhir tahun 2010.

“Pada akhir abad ke-19, karya sastra Melayu-Tionghoa mulai berkembang di Hindia Belanda, yang berlanjut hingga 1945. Orang-orang Tionghoa menulisnya dalam bahasa Melayu pasar, umunya untuk kalangan mereka sendiri”.

“Adalah Lie Kim Hok yang menulis novel Indonesia pertama. Hal itu terjadi sekitar tiga puluh tahun sebelum roman berbahasa Indonesia karangan Marah Rusli: Siti Nurbaya”.


Lie Kim Hok

Dalam buku yang ditulis oleh Salmon dari hasil jurnal-jurnal penelitiannya terhadap orang Tionghoa di Indonesia tersebut, menjelaskan: novel karya Lie Kim Hok itu, pada sampul depannya bertuliskan – “Thjit Liap Seng (Bintang Toedjoeh). Tjerita di Negri Tjina pada tjeman karadjaan Taj Tjheng Tiauw, Maha Raja Hamhong. Terkarang oleh jang mangaloewarken, Lie Kim Hok, 1886”.



Sampul Depan Novel Milik Lie Kim Hok

Menurut pengertiannya, novel berasal dari bahasa Italia yaitu Novella, dalam bahasa Jerman Novelle, yang berarti sebuah barang baru yang kecil, dan kemudian diartikan sebagai cerita pendek dalam bentuk prosa.

Sekarang ini, istilah Novella dan Novelle mengandung pengertian serupa dengan istilah Indonesia Novelet (Inggris: Novelette) yang berarti sebuah karya prosa fiksi yang tidak terlalu panjang namun juga tidak terlalu pendek. 

Sudjiman menyebutkan dalam bukunya "Memahami Cerita Rekaan", bahwa novel adalah prosa rekaan yang panjang dengan menyuguhkan tokoh-tokoh dan menampilkan serangkaian peristiwa dan latar secara tersusun.

Novel merupakan karya fiksi berbentuk prosa naratif yang berisikan cerita tentang hidup dan kehidupan manusia. Cerita-cerita yang dituliskan pada novel dibuat dengan bab. Seorang penulis novel disebut Novelis.

Cerita pada novel dibuat dengan tokoh-tokoh yang juga memiliki sifat dan wataknya yang berbeda-beda. Peristiwa-peristiwa yang diceritakan dalam novel pun selalu berkaitan erat dengan dunia nyata.

Sebagai bahan bacaan, novel digolongkan dalam dua jenis sastra yaitu sastra serius dan sastra hiburan. Meski hakikatnya novel merupakan karya fiktif yang bertujuan menghibur, namun dalam jenis sastra serius novel juga harus memiliki fungsi sosial. Yaitu fungsi yang mampu menggerakkan jiwa sosial pembacanya.

Sebagai  sastra hiburan, novel hanya butuh memiliki nilai estetis saja pada isinya. Yang penting pembaca bisa terhibur ketika membacanya.

Dalam sejarahnya di dunia, novel pertama yang dibuat adalah novel berjudul “Don Quixote”. Sebagaimana yang dijelaskan oleh Wikipedia, Don Quixote ditulis oleh Miguel de Cervantes. Dia adalah novelis modern Eropa pertama yang sangat terkemuka.
Miguel de Cervantes

Don Quixote dibuat dalam dua buku terpisah. Dimana pada buku pertamanya ditulis dalam bagian-bagian yang diterbitkan juga secara terpisah. Yang terbit pertama kali tahun 1605.  Namun, dalam penulisannya terjadi beberapa hal yang tidak saling berkaitan. Hal itu menimbulkan kecaman dari kritikus-kritikus sastra.

Ada juga yang menyebutkan bahwa novel pertama yang ada di dunia adalah novel ciptaan seorang perempuan Jepang yang bernama Murasaki Shikibu. Novel tersebut berjudul “Genji Monogatari”, yang dalam bahasa inggris berarti “The Tales of Genji”, dan dalam bahasa Indonesia “Hikayat Genji”.




Patung Murasaki Shikibu di Jepang

Hikayat Genji” dibuat sekitar tahun 1000-an. Dan dibuat dalam 54 bab dan memiliki 1000 halaman. Namun, banyak yang menolak bahwa karya Murasaki Shikibu itu adalah sebuah novel.  Sebagaimana judulnya, itu merupakan sebuah hikayat.

Hikayat memang memiliki persamaan dengan novel. Keduanya sama-sama berisikan cerita yang panjang dan lengkap dengan tokoh-tokohnya.

Namun, jika dipahami lebih dalam, keduanya memiliki perbedaan yang cukup signifikan. Seperti misalnya perbedaan pada unsur-unsurnya – hikayat lebih mengedepankan tokoh utama pada cerita, sedangkan novel tidak selalu. Alur cerita pada hikayat juga terkesan monoton.

Selain itu, novel juga kerap disamakan dengan roman. Secara definitif, roman adalah narasi prosa panjang yang terkait erat dengan novel. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, roman adalah karangan prosa yang melukiskan perbuatan pelakunya menurut watak dan isi jiwa masing-masing.

Secara struktural memang tidak terlalu terlihat perbedaan antara novel dengan roman. Keduanya memenuhi unsur-unsur dalam pembuatan fiksi.

Pada roman: konflik dalam alur cerita dibuat se-tragis mungkin. Pembaca akan lebih tergugah perasaannya ketika membaca roman. Dan roman biasanya memiliki cerita yang lebih panjang dari pada novel. Karena roman mengisahkan cerita tokoh utama dari lahir hingga meninggal dunia.

Sebab perbedaan yang tipis itulah roman kemudian disamakan atau disebut juga sebagai novel.

Sebagaimana yang diketahui fiksi memang memiliki dua unsur penting yang dapat membangun karya tersebut. Yaitu unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik.

Maka, begitu juga dengan novel. Kedua unsur tersebut juga melekat pada novel sebagai karya fiksi.

Novel juga memiliki pembagian dalam beberapa genre. Genre pada novel digolongkan pada tiga golongan:

1. Genre Novel Berdasarkan Kenyataan Ceritanya

a. Novel Fiksi: Novel yang dibuat berdasarkan hasil rekaan (imajinasi) penuh oleh penulisnya.

b. Novel Non Fiksi: Meskipun pada kenyataannya novel seringkali di kategorikan sebagai karya fiksi, namun sekarang ini banyak novel-novel yang dibuat dengan proses observasi dan pencarian data sebelum penulisannya.

Sehingga hasil imajinasi penulis memiliki persentase lebih rendah dari pada fakta-fakta yang dipaparkan. Kemudian disebutlah itu sebagai novel non fiksi.


2. Genre Novel Berdasarkan Jenis Ceritanya (Baca juga: Genre-Genre Fiksi)

a. Novel Romantis: Novel yang berkisah tentang hal-hal romantisme.

b. Novel Horror: Novel yang memunculkan perasaan ngeri pada pembacanya.

c. Novel Misteri: Novel yang memunculkan perasaan penasaran yang tinggi pada pembacanya.

d. Novel Humor: Novel yang mengisahkan hal-hal lucu. Membuat pembaca tertawa.

e. Novel Science: Novel yang mengangkat cerita tentang keilmuan.

f. Novel Fiksi Penggemar: Novel yang bercerita tentang sesuatu yang sudah ada, seperti film, novel, music, dan lainnya.

g. Novel Petualangan: Novel yang mengangkat cerita mengenai petualangan.

h. Novel Sejarah: Novel yang berkisah tentang fakta-fakta sejarah.


3. Genre Novel Berdasarkan Isi dan Tokohnya

a. Novel Teenlit: Novel ini mengangkat cerita mengenai kehidupan remaja. Biasanya mengisahkan tentang persahabatan, percintaan remaja, dan cita-cita.

b. Novel Chicklit: Novel ini sering disamakan dengan Teenlit. Chicklit menggunakan cerita bertemakan kehidupan wanita muda dan segala permasalahannya.

c. Novel Metropop: Novel yang ditulis berdasarkan cerita tentang wanita cosmopolitan yang berkutat dengan perkantoran. Biasanya tokoh didalamnya mempunyai masalah yang kompleks seputar kehidupan, percintaan, karir, dan ambisi.

d. Novel Songlit: Novel yang dituliskan berdasarkan sebuah lagu. Bisa dikatakan bahwa novel ini merupakan pengkisahan dari lirik lagu dan imajinasi penulisnya.

e. Novel Dewasa: Novel ini bercerita tentang kehidupan orang dewasa. Pembaca yang dituju pun adalah pembawa yang berumur dewasa.


Itulah pembahasan singkat mengenai novel.. Mudah-mudahan kita yang telah memahaminya dapat menjadi tambahan ilmu yang berkah.

Untuk kita yang suka menulis dan sedang berjuang ingin menjadi penulis, teruslah semangat untuk menulis..!

Menulis merupakan cara yang paling mudah untuk belajar mengasah kreatifitas diri. Karena cukup dengan menggunakan “imajinasi”, sebuah karya tulis bisa dibuat.

Masalah tulisan yang dibuat akan menarik atau tidak, ketekunan dirilah yang dapat menjawabnya. Tiada seorang penulis hebat di muka bumi ini yang meraih kesuksesan tanpa berlatih dengan tekun. 

Dan tiada seseorang itu mampu menulis jika tidak suka membaca. Mari terus membaca..

Sabtu, 15 Oktober 2016

Unsur-Unsur Fiksi

Bisa dibilang, fiksi merupakan karya yang memiliki kebebasan mutlak dalam membuatnya. Pembuat fiksi bebas menumpahkan khayalannya dalam membuat sebuah karya fiksi.

Pembuat fiksi bahkan tidak perlu memikirkan bahwa sesuatu yang mustahil tidak bisa dituangkan pada karyanya.

Yang perlu difikirkan hanyalah: bagaimana caranya agar karya yang dibuat bisa bagus, layak, dan menarik minat pembaca/penonton?!!.  

Itu jelas bukan hal yang mudah.

Dengan tujuannya ialah membuat karya yang bagus, akhirnya membuat kebebasan dalam menuangkan hasil khayalan pun mendapat batasan dengan sendirinya.

Khayalan pembuat fiksi boleh saja terkesan liar dan tak berbatas. Tapi ketika dituangkan menjadi sebuah karya fiksi khayalan yang bebas itu akan dibuat terbatas pada aturan tertentu.

Siapa pun akan bingung dan menolak jika membaca/menonton karya fiksi yang terkesan dibuat sembarangan. Tanpa memikirkan – bagaimana sebenarnya karya fiksi yang layak?!.



Baca juga:  Perbedaan Fiksi dengan Non Fiksi, Genre Fiksi

Untuk menghindari hal seperti itu maka ditentukanlah unsur-unsur yang harus terpenuhi pada sebuah karya fiksi. Unsur-unsur itu akan menjadi aturan pembuatan fiksi

Mungkin sebagian kalangan tidak begitu memahami, bahwa karya-karya fiksi yang dicipta telah mendapat proses editing agar layak tayang atau layak edar.

Pada proses editing itulah akan dikaji unsur-unsur pada sebuah karya fiksi sudah terpenuhi ataukah belum.

Secara keseluruhan, unsur-unsur fiksi hanya ada dua bagian. Yaitu: Unsur Intrinsik dan Unsur Ekstrinsik.

Unsur intrinsik merupakan unsur yang melayakkan karya fiksi. Artinya ini adalah unsur yang harus terpenuhi dalam pembuatan fiksi.


Sedangkan unsur ekstrinsik bisa dikatakan adalah unsur yang tidak tampak secara kasat mata. Karena unsur ekstrinsik adalah unsur yang ada dari luar karya fiksi.

Selengkapnya mari ketahui dengan jelas satu – per satu..

1. Unsur Intrinsik
Unsur ini adalah patokan utama dalam membuat sebuah karya. Pada unsur ini berisikan beberapa hal yang harus ada pada sebuah fiksi. Yaitu:

a. Tema

Tema merupakan hal yang paling dasar pada sebuah karya fiksi. Tema adalah gagasan utama yang memaparkan secara singkat, jelas, dan tepat tentang keseluruhan isi dari sebuah karya. Atau sering disebut: pokok cerita.




Penting untuk diketahui, tema berbeda dengan judul. Judul pada sebuah karya fiksi merupakan paparan yang lebih spesifik lagi. Yang mana masih memiliki keterkaitan dengan tema

Tema terbagi lagi menjadi dua macam: Tema Mayor dan Tema Minor.

Tema Mayor adalah makna pokok cerita yang menjadi dasar umum sebuah karya. Sedangkan, Tema Minor adalah tema yang tidak terlihat menonjol dan hanya berupa tema tambahan semata.

Selain itu, tema juga memiliki beberapa tingkatan, yaitu:

-  Tema tingkat fisik, manusia sebagai molekul. Pada tingkatan ini lebih banyak menyaran dan/atau ditunjukkan oleh banyaknya aktifitas fisik dari pada kejiwaan.

-  Tema tingkat organik, manusia sebagai protoplasma. Pada tingkatan ini lebih banyak menyangkut dan/atau mempersoalkan masalah seksualitas.

-  Tema tingkat sosial, manusia sebagai makhluk sosial. Pada tingkatan ini kehidupan manusia dalam bermasyarakat menjadi persoalan utama.

-  Tema tingkat egoik, manusia sebagai individu. Pada tingkatan ini mengangkat lebih tentang sisi individualitas manusia.

-  Tema tingkat divine, manusia sebagai makhluk tingkat tinggi, yang belum tentu setiap manusia mengalami dan/atau mencapainya. Pada tingkatan ini menojolkan masalah manusia dengan Tuhan.

b. Penokohan 

Penjabaran tentang tokoh beserta sifat dan perilakunya dalam sebuah karya. Baik itu tokoh utama maupun tokoh tambahan.


Berdasarkan perwatakan tokoh cerita dibagi menjadi dua, yaitu: tokoh datar dan tokoh bulat.

Tokoh datar adalah tokoh yang sejak awal hingga akhir cerita hanya menunjukkan satu sisi sifat saja. Baik atau buruk.

Tokoh bulat adalah tokoh yang memiliki perkembangan sifat dari awal hingga akhir cerita. Sisi baik hingga buruk terjabarkan seluruhnya.

Selain itu, tokoh juga dibagi berdasarkan fungsi penampilannya, yaitu: tokoh protagonis, dan tokoh antagonis. 

Tokoh protagonis adalah tokoh yang disukai pembaca/penonton karena sifat-sifatnya.

Tokoh antagonis adalah tokoh yang tidak disukai pembaca/penonton karena sifat-sifatnya.

c. Plot
Biasa disebut juga alur cerita. Plot merupakan penjabaran mengenai serangkaian peristiwa yang saling berkaitan. 



Cerita yang menarik adalah cerita yang mampu membuat alur cerita yang memunculkan peristiwa menarik dan memunculkan perasaan penasaran pembaca/penonton.

Tehnik yang paling sering dibicarakan oleh kalangan pecinta fiksi adalah Twist. Dengan Twist, pembaca/penonton akan mendapatkan hal tak terduga setelah diakhir cerita. Setelah dilanda rasa penasaran di awal atau di tengah cerita.

Pada intinya, sebuah plot dalam karya fiksi harus memiliki tiga hal, yaitu: peristiwa, konflik, dan klimaks.

-  Peristiwa
Peristiwa adalah berupa penggambaran perubahan terhadap keadaan yang satu kepada keadaan yang lain. Peristiwa dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu:

1. Peristiwa fungsional: peristiwa yang menentukan dan/atau mempengaruhi perkembangan plot.

2. Peristiwa kaitan: peristiwa yang berfungsi mengaitkan peristiwa-peristiwa penting dalam pengurutan penyajian.

3. Peristiwa acuan: peristiwa yang tidak secara langsung berpengaruh dan/atau berhubungan dengan perkembangan plot, melainkan mengacu pada unsur-unsur lain. Seperti – berhubungan dengan masalah perwatakan atau suasana yang melingkupi batin seorang tokoh.

-  Konflik
Konflik merupakan kejadian yang tergolong penting dalam pengembangan sebuah plot. Konflik dapat terjadi antara:

1. Orang dengan orang lain. Seperti misalnya perkelahian, perdebatan, permusuhan.

2. Orang dengan lingkungan. Dapat berupa manusia dengan kekuatan alam, seperti pada bencana alam. Dapat juga antara manusia dengan masyarakat sekitarnya, atau bahkan dengan takdirnya sendiri.

3. Orang dengan dirinya sendiri. Dapat berupa konflik batin, pergulatan dalam diri seseorang, bisa secara fisik, mental, emosi, maupun moral

-  Klimaks
Klimaks merupakan titik pencapaian tertinggi sebuah konflik yang terjadi pada cerita, dimana tidak dapat dihindari.

Didalam plot ditentukan juga beberapa hal mengenai kaidah plot, diantaranya:

1. Plausibilitas: menyarankan kepada hal-hal yang dapat dipercaya sesuai dengan logika cerita kepada pembaca atau harus adanya kausalitas yang benar.

2. Suspense: menyaran pada adanya perasaan semacam kurang pasti terhadap peristiwa-peristiwa yang akan terjadi, khususnya yang menimpa tokoh yang diberi rasa simpati oleh pembaca.

3. Surprise: kejutan, sesuatu yang dikisahkan atau kejadian-kejadian yang ditampilkan menyimpang atau bahkan bertentangan dengan nilai-nilai yang ada dengan harapan pembaca memperlambat atau mempercepat klimaks.

4. Kesatupaduan: seluruh aspek cerita berhubungan membentuk satu kesatuan yang utuh dan padu, khususnya peristiwa-peristiwa fungsional, kaitan, dan acuan, yang mengandung konflik.

d. Latar
Latar adalah landasan tumpu pada cerita yang menyaran pada pengertian tempat, waktu, dan suasana saat kejadian atau peristiwa terjadi.



Unsur-unsur pada latar dibedakan menjadi tiga bagian, yaitu: Latar Tempat, Latar Waktu, Latar Sosial.

1. Latar Tempat adalah latar yang mengacu pada sebuah tempat atau lokasi terjadinya peristiwa.

2. Latar Waktu adalah latar yang mengacu pada waktu kapan terjadinya peristiwa pada cerita.

3. Latar Sosial adalah adalah latar yang mengacu pada kondisi sosial masyarakat pada cerita.

Latar pada hakikatnya juga memiliki fungsi yang dibedakan pada tiga hal, yaitu: latar sebagai metafora, latar sebagai atmosfer, dan latar sebagai pengedepanan.

1. Latar sebagai Metafora
Penggunaan istilah metafora menyaran pada suatu perbandingan berupa sifat keadaan, suasana, ataupun sesuatu yang lain.

Secara prinsip, metafora merupakan cara memandang sesuatu yang lain. Fungsi pertama metafora yaitu menyampaikan pengertian, dan pemahaman.

Metafora berkaitan erat dengan pengalaman hidup manusia baik bersifat fisik maupun budaya, dan tentu saja antara budaya bangsa yang satu dengan lainnya pasti berbeda. Sehingga bentuk pengungkapannya akan berbeda meskipun memiliki pengertian yang sama.

2. Latar sebagai Atmosfer
Atmosfer dalam cerita merupakan sebuah udara yang dihirup oleh pembaca ketika memasuki dunia rekaan atau dunia fiksi.

Ia merupakan sebuah deskripsi tentang kondisi dan suasana yang dapat ditangkap dan diimajinasikan oleh pembaca. 


Atmosfer itu sendiri dapat ditimbulkan dengan pendeskripsian secara detil, irama tindakan, tingkat kejelasan dan pengungkapan berbagai peristiwa, kualitas dialog, dan bahasa yang digunakan.

3. Latar sebagai Pengedepanan
Pengedepanan elemen latar dalam fiksi dapat berupa penonjolan waktu dan dapat pula berupa penonjolan tempat saja.

Karya-karya fiksi yang mengedepankan latar ruang atau tempat biasanya diklasifikasikan sebagai contoh-contoh fiksi yang mengangkat warna local atau regionalisme.

Pengarang-pengarang yang berasal dari etnik tertentu sering berupaya mengamati dan menampilkan sejumlah efek sebuah latar tempat tertentu yang sangat bermakna, baik latar yang bersifat fisik netral maupun yang spiritual terhadap tokoh.

e. Sudut Pandang 

Sudut pandang merupakan cara dan/atau pandangan yang dipergunakan pengarang sebagai sarana untuk menyajikan tokoh, tindakan, latar, dan berbagai peristiwa yang membentuk cerita dalam sebuah karya fiksi kepada pembaca.


Sudut pandang dibedakan dalam dua jenis, yaitu:

1. Sudut pandang orang pertama
Sebuah cerita disampaikan oleh seorang dalam cerita maka cerita disampaikan oleh aku/saya.

- Jika si tokoh tersebut adalah tokoh utama, maka sudut pandangnya adalah orang pertama protagonist

- Jika si tokoh tersebut adalah bukan tokoh utama, maka sudut pandangnya adalah orang pertama pengamat (observer).

2. Sudut pandang orang ketiga
Cerita disampaikan bukan oleh tokoh yang ada dalam cerita, tetapi oleh penulis yang berada diluar cerita. Tokoh cerita disebut sebagai dia/ia.

- Jika narator cerita menyampaikan pemikiran tokoh, maka sudut pandang cerita adalah third person omniscient/all knowing narrator (orang ketiga yang tahu segalanya).

- Jika narator hanya menceritakan atau memberikan informasi sebatas yang bisa dilihat atau didengar (tidak mengungkapkan pemikiran), maka sudut pandang cerita adalah third person dramatic narrator.

f. Amanat
Amanat atau pesan moral adalah pemecahan yang diberikan pengarang terhadap persoalan di dalam sebuah karya sastra. Amanat dibedakan menjadi makna niatan dan makna muatan.


Makna niatan adalah makna yang diniatkan oleh pengarang bagi karya tulisnya.

Makna muatan adalah makna yang termuat dalam karya sastra tersebut.

Ada dua macam bentuk penyampaian amanat, yaitu:

1. Langsung: seorang pengarang menyampaikan pesan moral secara eksplisit dan seorang pembaca dapat dengan mudah memahami apa yang dimaksudkan pengarang.

Tetapi, hal ini hanyalah berlaku bagi pembaca pasif bukan pembaca aktif/kritis. Karena seorang pembaca yang aktif/kritis mungkin akan menolak sebuah pesan moral yang dianggap benar oleh pengarang.

2. Tidak langsung: seorang pengarang akan menyampaikan pesan moral secara inplisit, terpadu secara koherensif dengan unsur-unsur cerita yang lain maka adanya kemungkinan perbedaan penafsiran antar pembaca sangatlah mungkin.

Tetapi karya yang seperti inilah yang menyebabkan karya sastra tidak dianggap ketinggalan, melewati batas waktu, dan kebangsaan.


2.Unsur Ekstrinsik
Unsur ekstrinsik fiksi adalah unsur dari luar karya fiksi yang mempengaruhi pengarang pada saat penciptaan karyanya.

Adapun unsur-unsur itu adalah keadaan subjektivitas individu pengarang yang memiliki sikap, keyakinan, dan pandangan hidup yang kesemuanya itu akan mempengaruhi karya yang ditulisnya.

Unsur selanjutnya adalah psikologi, baik yang berupa psikologi pengarang seperti ekonomi, politik, dan sosial juga akan mempengaruhi karya sastra.


Penting diketahui, unsur-unsur yang harus dipenuhi karya fiksi itu tidak bertujuan untuk membatasi ide kreatif pembuatnya.

Unsur-unsur itu hanya memberikan batas untuk pembuatnya, agar ide kreatif yang dimiliki dibuat lebih terstruktur dan memiliki pola yang baik.

Penulis fiksi yang hebat akan tetap mampu memadukan imajinasinya pada ketentuan-ketentuan tersebut.

Sabtu, 08 Oktober 2016

Macam-Macam Genre Pada Fiksi

Pada artikel sebelumnya sudah dibahas secara singkat mengenai definisi Fiksi dan NonFiksi, serta perbedaan dan kaitan antara keduanya.




Fiksi memang merupakan karya fiktif yang isinya tidak nyata terjadi. Tapi dalam hakikat kehidupan manusia, inti cerita pada fiksi bisa saja terjadi.

Sebagai karya imajinatif, fiksi juga mampu memberikan kesan informatif. Meskipun pada metode pembuatannya tetap menggunakan khayalan si pembuat.

Beberapa karya fiksi yang mengangkat tema tentang permasalahan manusia dan kemanusiaan contohnya. Kesan fiktif pasti akan terasa begitu nyata.

Selain itu, beberapa karya fiksi juga ada yang mengangkat tentang ilmu pengetahuan sebagai temanya.

Tema-tema seperti itu biasanya akan menjadi karya fiksi yang paling banyak dibahas dan diulas para pegiat sastra. Dan mampu bertahan lama menjadi karya yang tetap diminati.

Namun, beberapa tema fiksi yang lain juga tetap memiliki penggemarnya masing-masing.

Tema-tema yang diangkat oleh pembuat fiksi kemudian menentukan fiksi tersebut akan menjadi golongan pada genre tertentu.

“Genre pada fiksi hanya ditentukan pada fiksi naratif saja. Yaitu fiksi yang tergolong dalam jenis karya yang menguraikan kisah, cerita, atau kejadian tertentu dengan penulisan”.

Dengan penggolongan genre, penulis, penerbit dan penjual buku fiksi akan mudah menentukan pasarnya. Dan pembaca juga tidak sulit menemukan genre fiksi yang diminatinya.

Umumnya, genre merupakan pembatasan istilah dalam bidang seni dan budaya. Seperti yang diketahui pada musik, film, tarian, dan lainnya. Masing- masing tersebut memiliki genre secara khusus.

Secara khusus juga, beberapa genre ditentukan untuk karya fiksi. Adapun genre-genre tersebut diantaranya:

1. Historical Fiction
Genre ini merupakan cerita yang mengulas tentang kejadian yang sudah terjadi (lampau), atau tentang sejarah. Untuk dapat membuat karya dengan genre ini dibutuhkan pengamatan sebelumnya, dan data-data yang mendukung.

Cerita yang dipaparkan harus sesuai dengan faktanya. Jika tidak karya tersebut bisa mempengaruhi paradigma pembacanya terhadap sejarah tersebut.

Jenis karya fiksi yang sering bergenre seperti ini adalah Novel. Seperti contoh: Pulang (karya Leila S. Chudori), Arus Balik (karya Pramoedya Ananta Toer).

2. Science Fiction
Ini adalah bentuk fiksi spekulatif yang terutama membahas tentang pengaruh sains dan teknologi yang diimajinasikan terhadap masyarakat dan para individual.

Genre fiksi seperti ini, fakta ilmu pengetahuan adalah yang menjadi dasar penulisannya. Pada beberapa karya bahkan membahas konsep teknologi dan sains ilmiah yang belum tentu ada di dunia nyata.

Penulis harus menguraikan cerita berdasarkan konsep teknologi. Jelas bukan hal mudah mencipta karya bergenre seperti ini.

Beberapa karya yang pernah ada membahas tentang dunia galaksi (ruang angkasa), dimensi waktu, dan teknologi-teknologi mutakhir lainnya.

Contoh karya yang masuk dalam genre ini adalah: Hujan (karya Tere Liye), Jatuh ke Matahari (karya Djokolelono), Supernova (karya Dewi Lestari).

3. Bioghraphical Fiction
Genre ini menggunakan fakta biografis sebagai dasar penulisannya. Fiksi seperti ini dapat berupa biografi murni dan juga otobiografi.

Bioghraphical Fiction ini sebenarnya genre pada fiksi, yang seringkali terlihat hampir tidak ada batasannya dengan karya Non Fiksi.

Itu karena karya-karya dengan genre seperti ini mengulas hampir 100% kenyataan yang sebenar-benarnya. Atau kurang dari 50% adalah imajinasi sang penulis.

Namun kenyataannya karya-karya yang tetap dibuat dengan meletakkan unsur imajinatif seperti itu. Akan tetap digolongkan dalam genre ini.

Contoh karya yang bergenre ini adalah: Peci Miring (karya Aguk Irawan MN), TAN (karya Hendri Teja).

4. Horror
Karya dengan genre ini lebih mengedepankan kesan ngeri dan perasaan takut. Cerita dan plotnya dirangkai sedemikian rupa untuk memunculkan kesan seperti itu.

Horror bukan hanya terbatas pada karya-karya yang menceritakan sosok mistis (hantu) saja dalam ceritanya. Tapi juga pada kisah-kisah pembunuhan berantai, penyiksaan, sosok monster/alien/zombie, dan yang lainnya yang mampu memunculkan rasa ngeri.

Dan karya-karya yang memunculkan sosok mistis (hantu) belum tentu dikategorikan dalam genre horror.

Pada initinya, karya yang dapat dikategorikan sebagai cerita horror hanyalah yang mampu memunculkan kesan “ngeri” dan “teror” pada pembaca/penonton.

Contoh karya yang masuk dalam kategori genre ini adalah: It (karya Stephen King), The Metamorphosis (karya Franz Kafka), Misteri Patung Garam (karya Ruwi Meita)

5. Fantasi
Genre ini adalah genre yang unsur ceritanya terkadang hampir berdekatan dengan unsur pada genre horror. Hanya saja genre fantasi bukan mengedepankan kesan ngeri atau pun teror.

Fantasi adalah genre yang memiliki unsur magis dan supernatural, berkecimpung dalam dunia yang kelihatannya serba surealis namun sebenarnya sangat logis.

Fantasi adalah sebuah bentuk manifestasi kreatifitas tingkat tinggi yang menuntut imajinasi bebas sebebasnya, namun juga tetap logis dan rasional.

Di Indonesia, para pecinta karya fiksi bergenre ini terbilang sangat banyak. Mereka membentuk komunitas grup di sosial media Facebook dan Twitter. Dan juga sebuah blog khusus: portalpnfi.blogspot.com





Contoh karya pada genre ini adalah: Winterflame (karya Fachrul R.U.N), Sang Penantang Takdir (karya Ardani Persada), Harry Potter (karya J.K Rowling).

6. Romance
Ini adalah genre yang isinya paling banyak mengangkat tentang permasalahan hidup manusia sehari-hari. Unsur keseharian itu belakangan ini disebut Slice of Life.

Bisa dibilang fiksi genre ini merupakan golongan genre yang paling banyak pembacanya. Jalan cerita yang tidak rumit serta akhir cerita yang selalu bahagia, membuat banyak orang terutama perempuan selalu mencarinya.

Contoh bagian tentang kehidupan yang selalu dapat dirasakan setiap orang adalah jatuh cinta, patah hati, bertemu cinta sejati, dan semuanya tentang cinta. Maka jelas perempuan adalah penggemar utamanya.

Jenis karyanya pun beragam, seperti: chicklit, teenlit, novel, puisi, cerpen, dan lainnya.

Ciri yang paling khas dari genre ini ialah dimana diksi-diksi yang tertulis di dalamnya terbaca begitu puitis dan romantis sehingga mampu menciptakan suasana heart – warming yang mengakibatkan pembacanya dapat menikmati keindahannya.

Dapat disimpulkan, sebagaimana tujuan dari sebuah fiksi adalah bahan hiburan. Maka, genre ini adalah yang paling memenuhi hasrat hiburan itu.

Contoh karya yang masuk dalam kategori genre ini adalah: Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck (karya Buya Hamka), Ayat-Ayat Cinta (karya Habiburrahman El Shirazy), Galaksi Kinanti (karya Tasaro GK)

7. Fanfiction
Jika diartikan, fanfiction adalah fiksi penggemar. Maknanya adalah karya yang dibuat seorang penggemar yang bertemakan tentang sesuatu yang sudah ada.

Seperti misalnya Grup Musik, Film, komik, novel, selebriti atau apapun yang masih menggunakan dunia, konsep, karakter dan beberapa aspek cerita aslinya. 

Kesimpulannya, genre ini merupakan karya yang dibuat berdasarkan kisah, karakter, atau latar yang sudah ada.

Maka karya yang dibuat dengan genre ini bisa dianggap meniru karya aslinya. Perbedaannya hanya pada plotnya yang merupakan hasil imajinasi pembuatnya (penggemar).

Agar tidak dianggap melakukan pelanggaran hak cipta, maka para pembuat fanfiction akan mencantumkan kategori “fanfiction” dalam tulisannya dan memberikan disclaimer (semacam pengakuan hak cipta) untuk pencipta aslinya.

Terkadang sejumlah fanfiction menyertakan penulisnya atau nama orang lain sebagai karakter cerita (sering disebut OC atau Original Caracter). Namun, ada pula yang tidak.

Beberapa contoh karya fanfiction adalah: How Can You Forget it (karya HyeKim), Oppa & I: Love Missions (karya Orizuka & Lia Indra Andriana), Then I Hate You So (karya Andry Setiawan).

8. Humor
Genre fiksi ini adalah fiksi yang mengutamakan tujuan menghibur selanjutnya. Unsur komedi dan parodi lebih ditekankan pada genre ini.

Imajinasi penulis harus mampu membuat kesan jenaka pada karyanya. Dan menciptakan tawa bagi pembacanya.

Trik-trik yang biasa digunakan pembuat karya dalam genre ini adalah dengan menggunakan bahasa gaul atau bahasa slang dan susunan kalimat seperti ucapan sehari-hari yang terkesan ngawur dan ringan.

Meskipun begitu, bahasa-bahasa sastra juga mampu membuat kesan jenaka. Hal ini sangat bergantung pada kemampuan pembuatnya dalam menciptakan sesuatu hal yang lucu.

Contoh karya yang masuk dalam kategori genre humor adalah: Skripsick (karya Chara Perdana), My Stupid Boss (karya Chaos@work), The Freaky Teppy (karya Stephany Josephine).

9. Adventure
Seperti artinya yaitu petualangan. Genre ini berkisah tentang hal-hal petualangan. Suatu usaha yang menarik dan melibatkan risiko dan bahaya fisik, yang membentuk alur cerita utama.

Ini adalah genre yang sangat mungkin memiliki multi-genre. Terutama fantasi, romance, dan humor.

Genre adventure tidak harus mengisahkan tentang perjalanan atau pengembaraan ke tempat jauh. Bisa saja cerita yang memiliki sebuah peristiwa yang mampu mengubah sesuatu, baik itu diri sendiri atau orang lain.

Petualangan dapat berupa kejadian atau peristiwa penting yang terjadi dalam hidup seseorang. Yang biasanya ceritanya berkisah tentang perjalanan hidup tokoh cerita dari kecil hingga pada usia tertentu.

Contoh karya yang dapat digolongkan dalam genre ini adalah: Narend: Petualangan ke Negeri Kutukan (karya Linuwih Nata Permana), Petualangan Tom Sawyer (karya Mark Twain), Lampau (karya Sandy Firly). Pulang (karya Tere Liye).

10.Misteri
Ini adalah genre yang hampir dekat dengan genre horror. Namun misteri belum tentu horror.

Tidak ada sosok misterius yang akan memunculkan rasa takut pembaca atau penonton dari karya fiksi bergenre ini. Melainkan kesan penasaran lah yang ditekankan dalam genre.

Terkadang, karya-karya fiksi bergenre horror juga mampu memunculkan kesan misterius dalam ceritanya. Namun itu hanya berupa tambahan perasaan saja bagi pembacanya.

Cerita-cerita yang berkisah tentang detektif seperti Sherlock Holmes dan komik Detektif Conan adalah salah satu contoh karya yang masuk dalam kategori genre ini.

Pembaca/penonton biasanya akan mendapatkan kejutan-kejutan tak terduga pada akhir cerita. Ini disebut Twist dalam membuat cerita.

Ada trik yang cukup kuat dalam mempertahankan misteri ceritanya. Pembuatnya menggunakan tehnik Chekov gun – red herring dalam membuatnya.

Contoh karya yang masuk dalam genre ini adalah: Sherlock Holmes: Kutukan Keluarga Baskerville (karya Sir Arthur Conan Doyle), Detective Conan (karya Gosho Aoyama), Angels and Demons (karya Dan Brown). Moonstones (karya Wilkie Collins).

Selasa, 04 Oktober 2016

Fiksi dan Non Fiksi: Pengertian dan Perbedaan, Serta Kaitan Keduanya

Jika dilihat dari sudut pandang ilmu sastra, satu kesamaan yang pasti mengenai Fiksi dan Non Fiksi. Yaitu sama-sama berupa karya sastra.

Baik tertulis atau tidak, ilmiah atau bukan, selama itu disampaikan (tidak masih dalam fikiran). Itu adalah karya sastra.

Kalau dilihat dari jenis hasil karya keduanya (Fiksi dan Non Fiksi) mungkin banyak orang pasti bisa membedakannya. Tapi secara definitif hanya segelintir orang yang bisa menjelaskan perbedaannya.

Satu jawaban yang kurang tepat jika membedakan pengertian Fiksi dengan Non Fiksi berdasarkan nilai kebenarannya. Dengan mengatakan “Fiksi adalah karya yang tidak punya nilai kebenaran, sedangkan Non Fiksi punya nilai kebenaran karena sudah dilakukan pengamatan sebelumnya”.

Jawaban seperti itu tidak benar dan juga tidak salah. Hanya terlalu sempit rasanya jika menggambarkannya seperti itu.

Apalagi saat ini, perbedaan antara Fiksi dengan Non Fiksi hampir sulit untuk diketahui. Bahkan para ahli, tokoh, dan kritikus sastra memiliki perbedaan pendapat dalam membandingkan keduanya.

Lalu membuat definisi baru mengenai perbedaan keduanya. Sehingga membuat beberapa definisi terdahulu tidak berlaku lagi.

Agar tidak semakin salah mengartikannya, langsung kita bahas saja..

Sebelumnya mari baca dulu beberapa pengertian Fiksi dan Non Fiksi menurut para ahli

1. Burhan Nurgiyantoro: Fiksi adalah sebuah prosa naratif yang bersifat imajiner, meskipun imajiner sebuah karya fiksi tetaplah masuk akal dan mengandung kebenaran yang dapat mendramatisasikan hubungan-hubungan antar manusia.

2. Abrahams: Fiksi merupakan karya naratif yang isinya tidak menyaran pada kebenaran sejarah tetapi suatu yang benar ada dan terjadi di dunia nyata sehingga kebenarannya pun dapat dibuktikan dengan data empiris.

3. Henry Guntur Tarigan: Fiksi adalah sesuatu yang dibentuk, sesuatu yang dibuat sesuai yang diciptakan, sesuatu yang diimajinasikan.

4. Geir Farner: Non Fiksi adalah klasifikasi untuk setiap karya informatif (seringkali berupa cerita) yang pengarangnya dengan itikad baik bertanggungjawab atas kebenaran atau akurasi dari peristiwa, orang, dan/atau informasi yang disajikan.

Masih banyak pendefinisian Fiksi dan Non Fiksi menurut para ahli yang lain.

Berdasarkan pendefinisian beberapa ahli diatas, saya pun menyimpulkan dengan membuat definisi Fiksi dan Non Fiksi sebagai berikut:

Fiksi merupakan sebuah karya imajinatif yang dibuat tertulis atau tidak tertulis, namun masih memiliki nilai kebenaran berdasarkan pengalaman seseorang atau lebih.


Sedangkan Non Fiksi adalah karya informatif yang dibuat tertulis atau tidak tertulis melalui proses pengamatan dan pencarian data, sehingga nilai kebenaran atau keabsahannya dapat dipertanggungjawabkan.

Pendefinisan Fiksi lebih ditekankan pada sifatnya yaitu imajinatif. Sedangkan Non Fiksi lebih ditekankan pada tujuannya yaitu informatif.

Meskipun begitu, bukan berarti Fiksi tidak punya tujuan dalam penciptaannya dan Non Fiksi tidak punya sifat dari hasil karyanya.

Pembuatan karya Fiksi memiliki tujuan beragam. Tergantung pada jenis karya yang dibuat dan keinginan si pembuatnya. Karya-karya Fiksi memiliki pembagian lagi menurut genre. Pada genre tersebut lah akan dapat diketahui tujuan dari pembuatan karyanya.

Lebih lanjut akan dibahas pada artikel selanjutnya mengenai Genre Fiksi.
Karya-karya Non Fiksi bersifat faktual. Karena ada kebenaran yang dapat dibuktikan dari hasil karyanya.

Secara garis besar perbedaannya hanya terletak pada:

Imajinatif dan Informatif adalah pembedaan pertama.

Fiksi dianggap karya imajinatif karena asal terciptanya karya fiksi berdasarkan khayalan atau karangan penciptanya. Pembuat fiksi tidak begitu membutuhkan pengamatan terlebih dahulu atau pun data agar bisa membuatnya.

Sedangkan Non Fiksi dianggap karya informatif karena tujuan pembuatannya yaitu sebagai sumber informasi. Pengamatan terlebih dahulu dan data-data yang dimiliki menjadi alasan penting dan harus dalam pembuatan karya non fiksi.

Nilai kebenaran adalah pembedaan kedua.

Nilai kebenaran karya fiksi adalah kebenaran yang tidak wajib atau harus. Artinya, pembuat fiksi tidak memiliki kewajiban membuat karyanya dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. Karena pembuat fiksi hanya menggunakan khayalannya dan sebuah pengalaman untuk berkarya.

Meskipun begitu, beberapa karya fiksi ada yang dibuat dengan proses pengamatan terlebih dahulu. Itu tergantung keinginan dari si pembuatnya.


Sedangkan nilai kebenaran karya non fiksi adalah kebenaran yang wajib atau harus. Karena karya non fiksi bertujuan menjadi sumber informasi maka, pembuatnya harus membuatnya dengan fakta yang sebenar-benarnya.

Karya non fiksi yang dibuat tidak memiliki nilai kebenaran yang dapat dipertanggungjawabkan akan berdampak langsung pada karyanya dan pembuatnya.

Mengenai penjelasan tertulis atau tidak tertulis. Menurut pemahaman saya, bahwa tidak semua karya non fiksi itu tertulis.

Seperti misalnya Pidato dan Opini, yang masuk dalam contoh karya non fiksi. Tidak selamanya Pidato dan Opini itu dibuat tertulis. Dalam waktu tertentu keduanya bisa hanya berupa lisan saja dan tidak pernah ditulis sebelumnya.

Maka dari itu saya juga mendefinisikan Non Fiksi dengan pernyataan “tertulis atau tidak tertulis”.

Sedangkan beberapa karya fiksi memang sudah diketahui ada yang tidak tertulis. Seperti Dongeng, Mitos, dan yang lainnya.

Kalau pun beberapa karya itu ditemukan tertulis pada sebuah media tulis. Yang harus diingat adalah mengenai pembagian kelompok karya sastra tertulis dan tidak tertulis. Yang mana Dongeng, Mitos, Fabel dan lainnya adalah jenis sastra tidak tertulis (lisan). Baca lagi Tentang Sastra Indonesia.

Selain daripada hal yang tersebut diatas, satu hal lagi yang dapat menjadi acuan pembedaan Fiksi dengan Non Fiksi. Yaitu pada bahasa yang digunakan.

Bahasa yang digunakan pada beberapa karya fiksi bermakna kiasan dan ganda. Bahasa yang dibuat terkadang bukan pada makna yang sebenarnya.

Pada bahasa karya fiksi seperti itu, pembaca atau pendengar akan terbawa pada maksud yang lain ketika berusaha untuk memahaminya.

Secara teoritis makna bahasa yang digunakan itu disebut konotatif atau asosiatif.

Beberapa karya Fiksi lainnya juga menggunakan bahasa-bahasa yang bermakna ekspresif dan sugestif. Pada makna seperti ini, pencipta berusaha menunjukkan subjektifitasnya pada karyanya dan mencoba menggugah perasaan pembaca atau pendengar karyanya.

Tak jarang kata-kata dalam karya Fiksi menggunakan kata-kata yang bukan kata baku.

Sedangkan karya Non Fiksi, bahasa yang digunakan adalah bahasa yang menunjukkan pada pengertian atau maksud terbatas. Tidak menunjukkan makna ganda.

Keadaan terbalik dengan bahasa Fiksi. Dimana pembaca atau pendengar karya Non Fiksi tidak terbawa pada makna atau maksud yang lain.

Secara teoritis makna karya Non Fiksi disebut denotatif. Kebanyakan kata-kata yang digunakan pun adalah kata baku.

Maka dapat saya simpulkan beberapa perbedaan antara Fiksi dan Non Fiksi pada tabel dibawah ini..



Contoh karya Fiksi, yaitu: Cerpen, Novel, Puisi, Drama, Dongeng, Mitos, Fabel, Hikayat, dan sebagainya.

Contoh karya Non Fiksi, yaitu: Karangan Eksposisi, Argumentasi, Fungsional, Opini, Esai, Biografi, Memoar, Pidato, Jurnalisme, Ilmiah, Ensiklopedia, dan sebagainya.

Ada hal penting yang harus kita pahami lagi mengenai Fiksi dan Non Fiksi. Dimana hal berikut ini adalah dampak dari persinggungan keduanya.

1. Semakin Sulit Membedakannya
Semakin beragamnya jenis karya yang dicipta, membuat semakin sulitnya menggolongkan beberapa karya tersebut untuk masuk dalam kategori fiksi atau non fiksi.

Ini terlihat dalam pembuatan biografi.

Mengutip pernyataan Virginia Woolf: jika kita berfikir tentang kebenaran sebagai sesuatu yang soliditasnya seperti granit, dan tentang kepribadian sebagai sesuatu yang penggambarannya seperti pelangi, dan merenungkan bahwa tujuan dari biografi adalah untuk menyatukan keduanya menjadi suatu kesatuan yang mulus; kita akan mengakui bahwa masalah yang dihadapi adalah sulit dan bahwa kita tidak perlu heran jika para penulis biografi sebagian besar tidak dapat mengatasinya.

Biografi adalah karya yang dibuat seseorang dengan menceritakan seseorang yang lain.

Menanggapi apa yang dinyatakan Virginia diatas, memang benar adanya. Tidak ada satu pun penulis biografi yang mampu mencapai titik kesempurnaan karyanya, dengan benar-benar meyakinkan bahwa segala hal tentang tokoh yang diceritakan adalah tepat tanpa menggunakan imajinasi (rekaan) sang penulis.

Penyebab itulah kemudian sering membuat sebuah karya biografi yang pada golongannya termasuk dalam Non Fiksi menjadi tidak jelas batasannya dengan sebuah karya Fiksi.

2. Semi Fiksi
Karya-karya Fiksi yang dibuat pencipta terkadang tidak seluruhnya berisikan hal-hal yang berdasarkan hasil rekaan (khayalan) belaka. Adanya penyampaian fakta-fakta yang sesuai dengan kehidupan nyata, namun disampaikan dengan metode yang sama dengan karya Fiksi. Maka, disebutlah itu karya Semi Fiksi.

Beberapa kalangan juga menyebut, semi fiksi adalah semi ilmiah. Karya fiktif yang mengulas fakta-fakta sesuai kenyataannya.

Contoh karya yang dapat dikatakan sebagai Semi Fiksi adalah Feature. Memang masih menjadi perdebatan sebenarnya bagi beberapa kalangan mengenai Feature. Apakah termasuk dalam kategori Fiksi atau Non Fiksi.

Pada intinya Feature adalah tulisan jurnalistik. Gaya bahasa yang digunakan pada Feature seringkali memang terkesan santai dan begitu luwes. Tidak terkesan kaku seperti tulisan-tulisan jurnalistik lainnya.

Fakta-fakta dan informasi yang disampaikan penulis Feature dibuat dengan gaya bahasa yang ekspresif. Tujuannya untuk menggugah perasaan pembacanya.

Seperti layaknya karya Fiksi, subjektifitas penulis sangat terlihat dari karya Feature. Namun penulis Feature tetap lebih mengedepankan informasi dan fakta-fakta yang diulasnya.

Mudah-mudahan tulisan ini bermanfaat buat kita semua. Jika memiliki kekurangan mohon koreksinya..