Pembuat fiksi bahkan tidak perlu memikirkan bahwa sesuatu yang mustahil tidak bisa dituangkan pada karyanya.
Yang perlu difikirkan hanyalah: bagaimana caranya agar karya yang dibuat bisa bagus, layak, dan menarik minat pembaca/penonton?!!.
Itu jelas bukan hal yang mudah.
Dengan tujuannya ialah membuat karya yang bagus, akhirnya membuat kebebasan dalam menuangkan hasil khayalan pun mendapat batasan dengan sendirinya.
Khayalan pembuat fiksi boleh saja terkesan liar dan tak berbatas. Tapi ketika dituangkan menjadi sebuah karya fiksi khayalan yang bebas itu akan dibuat terbatas pada aturan tertentu.
Siapa pun akan bingung dan menolak jika membaca/menonton karya fiksi yang terkesan dibuat sembarangan. Tanpa memikirkan – bagaimana sebenarnya karya fiksi yang layak?!.
Baca juga: Perbedaan Fiksi dengan Non Fiksi, Genre Fiksi
Untuk menghindari hal seperti itu maka ditentukanlah unsur-unsur yang harus terpenuhi pada sebuah karya fiksi. Unsur-unsur itu akan menjadi aturan pembuatan fiksi
Mungkin sebagian kalangan tidak begitu memahami, bahwa karya-karya fiksi yang dicipta telah mendapat proses editing agar layak tayang atau layak edar.
Pada proses editing itulah akan dikaji unsur-unsur pada sebuah karya fiksi sudah terpenuhi ataukah belum.
Secara keseluruhan, unsur-unsur fiksi hanya ada dua bagian. Yaitu: Unsur Intrinsik dan Unsur Ekstrinsik.
Unsur intrinsik merupakan unsur yang melayakkan karya fiksi. Artinya ini adalah unsur yang harus terpenuhi dalam pembuatan fiksi.
Sedangkan unsur ekstrinsik bisa dikatakan adalah unsur yang tidak tampak secara kasat mata. Karena unsur ekstrinsik adalah unsur yang ada dari luar karya fiksi.
Selengkapnya mari ketahui dengan jelas satu – per satu..
1. Unsur Intrinsik
Unsur ini adalah patokan utama dalam membuat sebuah karya. Pada unsur ini berisikan beberapa hal yang harus ada pada sebuah fiksi. Yaitu:
a. Tema
Tema merupakan hal yang paling dasar pada sebuah karya fiksi. Tema adalah gagasan utama yang memaparkan secara singkat, jelas, dan tepat tentang keseluruhan isi dari sebuah karya. Atau sering disebut: pokok cerita.
Penting untuk diketahui, tema berbeda dengan judul. Judul pada sebuah karya fiksi merupakan paparan yang lebih spesifik lagi. Yang mana masih memiliki keterkaitan dengan tema
Tema terbagi lagi menjadi dua macam: Tema Mayor dan Tema Minor.
Tema Mayor adalah makna pokok cerita yang menjadi dasar umum sebuah karya. Sedangkan, Tema Minor adalah tema yang tidak terlihat menonjol dan hanya berupa tema tambahan semata.
Selain itu, tema juga memiliki beberapa tingkatan, yaitu:
- Tema tingkat fisik, manusia sebagai molekul. Pada tingkatan ini lebih banyak menyaran dan/atau ditunjukkan oleh banyaknya aktifitas fisik dari pada kejiwaan.
- Tema tingkat organik, manusia sebagai protoplasma. Pada tingkatan ini lebih banyak menyangkut dan/atau mempersoalkan masalah seksualitas.
- Tema tingkat sosial, manusia sebagai makhluk sosial. Pada tingkatan ini kehidupan manusia dalam bermasyarakat menjadi persoalan utama.
- Tema tingkat egoik, manusia sebagai individu. Pada tingkatan ini mengangkat lebih tentang sisi individualitas manusia.
- Tema tingkat divine, manusia sebagai makhluk tingkat tinggi, yang belum tentu setiap manusia mengalami dan/atau mencapainya. Pada tingkatan ini menojolkan masalah manusia dengan Tuhan.
b. Penokohan
Penjabaran tentang tokoh beserta sifat dan perilakunya dalam sebuah karya. Baik itu tokoh utama maupun tokoh tambahan.
Berdasarkan perwatakan tokoh cerita dibagi menjadi dua, yaitu: tokoh datar dan tokoh bulat.
Tokoh datar adalah tokoh yang sejak awal hingga akhir cerita hanya menunjukkan satu sisi sifat saja. Baik atau buruk.
Tokoh bulat adalah tokoh yang memiliki perkembangan sifat dari awal hingga akhir cerita. Sisi baik hingga buruk terjabarkan seluruhnya.
Selain itu, tokoh juga dibagi berdasarkan fungsi penampilannya, yaitu: tokoh protagonis, dan tokoh antagonis.
Tokoh protagonis adalah tokoh yang disukai pembaca/penonton karena sifat-sifatnya.
Tokoh antagonis adalah tokoh yang tidak disukai pembaca/penonton karena sifat-sifatnya.
c. Plot
Biasa disebut juga alur cerita. Plot merupakan penjabaran mengenai serangkaian peristiwa yang saling berkaitan.
Cerita yang menarik adalah cerita yang mampu membuat alur cerita yang memunculkan peristiwa menarik dan memunculkan perasaan penasaran pembaca/penonton.
Tehnik yang paling sering dibicarakan oleh kalangan pecinta fiksi adalah Twist. Dengan Twist, pembaca/penonton akan mendapatkan hal tak terduga setelah diakhir cerita. Setelah dilanda rasa penasaran di awal atau di tengah cerita.
Pada intinya, sebuah plot dalam karya fiksi harus memiliki tiga hal, yaitu: peristiwa, konflik, dan klimaks.
- Peristiwa
Peristiwa adalah berupa penggambaran perubahan terhadap keadaan yang satu kepada keadaan yang lain. Peristiwa dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu:
1. Peristiwa fungsional: peristiwa yang menentukan dan/atau mempengaruhi perkembangan plot.
2. Peristiwa kaitan: peristiwa yang berfungsi mengaitkan peristiwa-peristiwa penting dalam pengurutan penyajian.
3. Peristiwa acuan: peristiwa yang tidak secara langsung berpengaruh dan/atau berhubungan dengan perkembangan plot, melainkan mengacu pada unsur-unsur lain. Seperti – berhubungan dengan masalah perwatakan atau suasana yang melingkupi batin seorang tokoh.
- Konflik
Konflik merupakan kejadian yang tergolong penting dalam pengembangan sebuah plot. Konflik dapat terjadi antara:
1. Orang dengan orang lain. Seperti misalnya perkelahian, perdebatan, permusuhan.
2. Orang dengan lingkungan. Dapat berupa manusia dengan kekuatan alam, seperti pada bencana alam. Dapat juga antara manusia dengan masyarakat sekitarnya, atau bahkan dengan takdirnya sendiri.
3. Orang dengan dirinya sendiri. Dapat berupa konflik batin, pergulatan dalam diri seseorang, bisa secara fisik, mental, emosi, maupun moral
- Klimaks
Klimaks merupakan titik pencapaian tertinggi sebuah konflik yang terjadi pada cerita, dimana tidak dapat dihindari.
Didalam plot ditentukan juga beberapa hal mengenai kaidah plot, diantaranya:
1. Plausibilitas: menyarankan kepada hal-hal yang dapat dipercaya sesuai dengan logika cerita kepada pembaca atau harus adanya kausalitas yang benar.
2. Suspense: menyaran pada adanya perasaan semacam kurang pasti terhadap peristiwa-peristiwa yang akan terjadi, khususnya yang menimpa tokoh yang diberi rasa simpati oleh pembaca.
3. Surprise: kejutan, sesuatu yang dikisahkan atau kejadian-kejadian yang ditampilkan menyimpang atau bahkan bertentangan dengan nilai-nilai yang ada dengan harapan pembaca memperlambat atau mempercepat klimaks.
4. Kesatupaduan: seluruh aspek cerita berhubungan membentuk satu kesatuan yang utuh dan padu, khususnya peristiwa-peristiwa fungsional, kaitan, dan acuan, yang mengandung konflik.
d. Latar
Latar adalah landasan tumpu pada cerita yang menyaran pada pengertian tempat, waktu, dan suasana saat kejadian atau peristiwa terjadi.
Unsur-unsur pada latar dibedakan menjadi tiga bagian, yaitu: Latar Tempat, Latar Waktu, Latar Sosial.
1. Latar Tempat adalah latar yang mengacu pada sebuah tempat atau lokasi terjadinya peristiwa.
2. Latar Waktu adalah latar yang mengacu pada waktu kapan terjadinya peristiwa pada cerita.
3. Latar Sosial adalah adalah latar yang mengacu pada kondisi sosial masyarakat pada cerita.
Latar pada hakikatnya juga memiliki fungsi yang dibedakan pada tiga hal, yaitu: latar sebagai metafora, latar sebagai atmosfer, dan latar sebagai pengedepanan.
1. Latar sebagai Metafora
Penggunaan istilah metafora menyaran pada suatu perbandingan berupa sifat keadaan, suasana, ataupun sesuatu yang lain.
Secara prinsip, metafora merupakan cara memandang sesuatu yang lain. Fungsi pertama metafora yaitu menyampaikan pengertian, dan pemahaman.
Metafora berkaitan erat dengan pengalaman hidup manusia baik bersifat fisik maupun budaya, dan tentu saja antara budaya bangsa yang satu dengan lainnya pasti berbeda. Sehingga bentuk pengungkapannya akan berbeda meskipun memiliki pengertian yang sama.
2. Latar sebagai Atmosfer
Atmosfer dalam cerita merupakan sebuah udara yang dihirup oleh pembaca ketika memasuki dunia rekaan atau dunia fiksi.
Ia merupakan sebuah deskripsi tentang kondisi dan suasana yang dapat ditangkap dan diimajinasikan oleh pembaca.
Atmosfer itu sendiri dapat ditimbulkan dengan pendeskripsian secara detil, irama tindakan, tingkat kejelasan dan pengungkapan berbagai peristiwa, kualitas dialog, dan bahasa yang digunakan.
3. Latar sebagai Pengedepanan
Pengedepanan elemen latar dalam fiksi dapat berupa penonjolan waktu dan dapat pula berupa penonjolan tempat saja.
Karya-karya fiksi yang mengedepankan latar ruang atau tempat biasanya diklasifikasikan sebagai contoh-contoh fiksi yang mengangkat warna local atau regionalisme.
Pengarang-pengarang yang berasal dari etnik tertentu sering berupaya mengamati dan menampilkan sejumlah efek sebuah latar tempat tertentu yang sangat bermakna, baik latar yang bersifat fisik netral maupun yang spiritual terhadap tokoh.
e. Sudut Pandang
Sudut pandang merupakan cara dan/atau pandangan yang dipergunakan pengarang sebagai sarana untuk menyajikan tokoh, tindakan, latar, dan berbagai peristiwa yang membentuk cerita dalam sebuah karya fiksi kepada pembaca.
Sudut pandang dibedakan dalam dua jenis, yaitu:
1. Sudut pandang orang pertama
Sebuah cerita disampaikan oleh seorang dalam cerita maka cerita disampaikan oleh aku/saya.
- Jika si tokoh tersebut adalah tokoh utama, maka sudut pandangnya adalah orang pertama protagonist
- Jika si tokoh tersebut adalah bukan tokoh utama, maka sudut pandangnya adalah orang pertama pengamat (observer).
2. Sudut pandang orang ketiga
Cerita disampaikan bukan oleh tokoh yang ada dalam cerita, tetapi oleh penulis yang berada diluar cerita. Tokoh cerita disebut sebagai dia/ia.
- Jika narator cerita menyampaikan pemikiran tokoh, maka sudut pandang cerita adalah third person omniscient/all knowing narrator (orang ketiga yang tahu segalanya).
- Jika narator hanya menceritakan atau memberikan informasi sebatas yang bisa dilihat atau didengar (tidak mengungkapkan pemikiran), maka sudut pandang cerita adalah third person dramatic narrator.
f. Amanat
Amanat atau pesan moral adalah pemecahan yang diberikan pengarang terhadap persoalan di dalam sebuah karya sastra. Amanat dibedakan menjadi makna niatan dan makna muatan.
Makna niatan adalah makna yang diniatkan oleh pengarang bagi karya tulisnya.
Makna muatan adalah makna yang termuat dalam karya sastra tersebut.
Ada dua macam bentuk penyampaian amanat, yaitu:
1. Langsung: seorang pengarang menyampaikan pesan moral secara eksplisit dan seorang pembaca dapat dengan mudah memahami apa yang dimaksudkan pengarang.
Tetapi, hal ini hanyalah berlaku bagi pembaca pasif bukan pembaca aktif/kritis. Karena seorang pembaca yang aktif/kritis mungkin akan menolak sebuah pesan moral yang dianggap benar oleh pengarang.
2. Tidak langsung: seorang pengarang akan menyampaikan pesan moral secara inplisit, terpadu secara koherensif dengan unsur-unsur cerita yang lain maka adanya kemungkinan perbedaan penafsiran antar pembaca sangatlah mungkin.
Tetapi karya yang seperti inilah yang menyebabkan karya sastra tidak dianggap ketinggalan, melewati batas waktu, dan kebangsaan.
2.Unsur Ekstrinsik
Unsur ekstrinsik fiksi adalah unsur dari luar karya fiksi yang mempengaruhi pengarang pada saat penciptaan karyanya.
Adapun unsur-unsur itu adalah keadaan subjektivitas individu pengarang yang memiliki sikap, keyakinan, dan pandangan hidup yang kesemuanya itu akan mempengaruhi karya yang ditulisnya.
Unsur selanjutnya adalah psikologi, baik yang berupa psikologi pengarang seperti ekonomi, politik, dan sosial juga akan mempengaruhi karya sastra.
Penting diketahui, unsur-unsur yang harus dipenuhi karya fiksi itu tidak bertujuan untuk membatasi ide kreatif pembuatnya.
Unsur-unsur itu hanya memberikan batas untuk pembuatnya, agar ide kreatif yang dimiliki dibuat lebih terstruktur dan memiliki pola yang baik.
Penulis fiksi yang hebat akan tetap mampu memadukan imajinasinya pada ketentuan-ketentuan tersebut.
0 komentar:
Posting Komentar