Minggu, 25 September 2016

TENTANG SASTRA: Mengenal Singkat Beberapa Hal Tentang Sastra

Hingga di zaman yang modern seperti sekarang ini, masih banyak sekali dari kita yang sangat menggemari karya sastra. Terlebih pada karya-karya sastra tertulis seperti Puisi, Novel, dan Cerpen.

Kegemaran kita terhadap sebuah karya sastra bahkan terkadang sampai memunculkan fikiran di kepala kita bahwa “sepertinya membuat puisi/novel/cerpen/dll itu mudah deh..”. Tahukah kita, bahwa apa yang tersirat difikiran kita itu benar sekali.

Ketika seseorang sangat suka membaca puisi karya orang lain, pasti akan muncul keinginannya untuk mencoba menulis puisi hasil karangan sendiri. Itu karena alam bawah sadar kita terdorong untuk meniru sesuatu hal yang sangat disukai/dicintai. Sama halnya ketika kita mencintai seseorang, sedikit banyaknya kita pasti akan menirukan hal-hal yang disukai orang yang kita cintai.

Tapi ketika telah mencoba membuat karangan puisi/cerpen/novel sendiri, sering tiba-tiba kita akan merasa “Duhh.. kok sulit ya. Kurang bagus ini”. Beberapa dari kita pasti akan merasakan hal tersebut. Tahukah kita apa yang menyebabkan fikiran seperti itu muncul? Kalau bukan bosan, itu pasti karena ketidakpercayaandiri kita mulai berkurang.

Itu hal yang biasa terjadi ketika kita masih tahap mencoba. Ketika kita mencoba sesuatu hal yang masih baru dan kita menemui kesulitan dari diri kita sendiri artinya kita sedang membaca kemampuan kita. Percayalah jika kita telah berfikir “Pasti Bisa”, maka kita Pasti Bisa.

Yang perlu dan sangat penting sekali kita ketahui adalah Seorang penulis/penyair paling hebat sekalipun masih sangat suka membaca. Mereka membaca karya sastra apa saja yang mereka cinta. Karena membaca selalu membuatmu menemukan jalan untuk menulis. Jadi, kalau kita sungguh-sungguh ingin menciptakan sebuah tulisan yang indah dan bagus, maka tetaplah membaca.

Sebelum kita mencoba menyelam untuk menjadi seorang penulis/penyair yang memiliki karya yang bagus. Alangkah baiknya kita tahu dulu apa sebenarnya sastra itu dan segala seluk beluk tentang sastra.

Setidaknya, ketika kita telah mengetahuinya kita akan tahu arah dan minat kita pada karya sastra yang sudah ada. Dan menyegarkan kembali fikiran kita tentang karya-karya sastra dan penulis-penulis hebat yang pernah ada.

Dahulu, karya sastra yang hidup di negeri ini penuh dengan bahasa-bahasa melayu yang kental. Hal itu memang dipengaruhi oleh budaya yang hidup dan berkembang kala itu adalah Budaya Melayu. Dan juga bahasa Indonesia belum menjadi bahasa kesatuan.

Selain itu, karya-karya sastra terdahulu masih terbatas pada Syair, Hikayat, Gurindam, dan Pantun saja. Keempat karya sastra itu bisa dibilang cikal-bakal lahirnya karya-karya sastra modern seperti cerpen, novel, maupun puisi

Tapi kini sastra telah berevolusi dan beradaptasi dengan dunia yang baru dan menjadi berbagai jenis karya yang baru. Maka disebutlah sekarang karya-karya terdahulu itu sebagai sastra kuno (lama).

Wikipedia menjelaskan bahwa sastra merupakan kata serapan dari bahasa sanskerta (śāstra). Yang artinya "teks yang mengandung instruksi" atau "pedoman". Dalam Bahasa Indonesia kata ini biasa digunakan untuk merujuk kepada "kesusastraan" atau sebuah jenis tulisan yang memiliki arti atau keindahan tertentu.
 

Dalam kamus besar bahasa indonesia, sastra memiliki arti yaitu bahasa (kata-kata, gaya bahasa) yang dipakai dalam kitab-kitab (bukan bahasa sehari-sehari). Berarti dapat kita simpulkan bahwa sastra itu adalah sebuah susunan kalimat atau paragraf yang baku.
 

Tapi jangan berfikir terlalu sempit dahulu. Lihat kata “Kitab-kitab”. Itu bukan cuma Alkitab seperti Injil, Al-Qur’an, Taurat, atau Zabur. Itu maksudnya adalah yang tertulis di kertas atau kemudian dibukukan. Karena Kamus Besar Bahasa Indonesia juga menjelaskan beberapa arti sastra yang lainnya. Seperti: Kesusastraan, Kitab Pustaka, Kitab ilmu pengetahuan, dan Tulisan.

Tahukah kita, pada masa kerajaan terdahulu, sastra mempunyai peran yang sangat penting dalam hukum. Peraturan-peraturan dibuat dengan bahasa-bahasa yang sangat puitis dan indah. Maka, predikat seorang Sastrawan dianggap sangat hebat dan terhormat.

Dalam arti kesusastraan, sastra itu dibagi menjadi dua bagian. Yaitu sastra tertulis dan sastra yang tidak tertulis (lisan).

Mari kita lihat pengertian dari keduanya (Tulis dan Lisan).

I. Sastra Tertulis

Adalah sastra yang menggunakan media tulisan atau literal (Sulastin Sutrisno, 1985). Mengenai sejarahnya sendiri, sastra tertulis itu sudah ada sejak abad ke 7 Masehi.

Hal itu berdasarkan penemuan prasasti berhuruf Pallawa peninggalan kerajaan Sriwijaya di Kedukan Bukit pada 683 Masehi, Talang Tuo pada 684 Masehi, Kota Kapur pada 686 Masehi, dan Karang Berahi pada 686 Masehi. Walaupun tulisan pada prasasti-prasasti tersebut sangat pendek, namun sudah bisa dianggap sebagai cikal bakal perkembangan tradisi sastra tulis.

Jika merujuk pada kerajaan Kutai di Kalimatan Timur, maka tradisi sastra tulis sebenarnya muncul lebih awal, yaitu sekitar abad ke 5 Masehi.

Menurut jenisnya sendiri, sastra tertulis masih dibagi lagi menjadi 5, diantaranya:

1. Novel
Novel merupakan karya fiksi prosa yang tertulis dan naratif; biasanya dalam bentuk cerita. Penulis novel disebut novelis. Sebuah novel biasanya menceritakan tentang kehidupan manusia dalam berinteraksi dengan lingkungan dan sesamanya.

2. Cerpen

Akronim dari Cerita Pendek. Cerpen menggambarkan situasi secara singkat yang dengan cepat tiba pada tujuannya, dengan parallel pada tradisi penceritaan lisan.

3. Syair
Berupa puisi atau karangan dalam bentuk terikat yang mementingkan irama sajak. Biasanya terdiri dari 4 baris, berirama a-a-a-a, keempat baris tersebut mengandung arti atau maksud penyair. Sedangkan pada pantun 2 baris terakhirlah yang mengandung maksud.

4. Pantun
Salah satu jenis puisi lama, lazimnya pantun terdiri atas empat larik (atau empat baris bila dituliskan), bersajak akhir dengan pola a-b-a-b dan a-a-a-a (tidak boleh a-a-b-b, atau a-b-b-a). Di beberapa daerah Pantun masih sangat hidup ketika sedang melakukan prosesi adat.

5. Drama
Satu bentuk karya sastra yang memiliki bagian untuk diperankan oleh aktor. Drama juga terkadang dikombinasikan dengan musik dan tarian, sebagaimana sebuah opera. Drama dianggap karya sastra tertulis karena sebelum diperankan dan diucapkan setiap aktornya, seseorang menuliskan naskahnya. Dan naskah tersebut dituliskan untuk keberlanjutan drama itu jika dimainkan dan diperankan lagi diwaktu yang lain.

6. Puisi (Puisi Baru)
Puisi merupakan tulisan yang memiliki nilai estetika dan terdiri dari beberapa bait dan kalimat bebas yang terikat aturan tertentu.

Selain terbagi dalam beberapa jenis, Sastra tertulis di Indonesia terbagi juga dalam beberapa periodisasi. Dalam beberapa periodisasi inilah dapat kita lihat perkembangan karya sastra tersebut. Dari segi bahasa, penokohan, budaya, alur/plot, dan beberapa yang lainnya. Berikut penggolongannya: -- Periodisasi Sastra

Selanjutnya mengenai sastra tidak tertulis, atau yang seringkali disebut sastra lisan.


II. Sastra Tidak Tertulis (Lisan)
Adalah seperangkat pertunjukan penuturan lisan yang melibatkan penutur dan kalayak (Audien) menurut tata cara dan tradisi pertunjukannya (Udin, 1996).

Awal mula perkembangan sastra lisan di Indonesia dimulai dari kegiatan penerjemah kitab Injil yang sejak awal abad ke 19 mulai diutus ke Hindia Belanda oleh Lembaga Alkitab Belanda. Dengan tugas utama untuk menerjemah kitab Injil dalam berbagai bahasa Nusantara.

Tetapi mereka selalu ditugaskan pula sebagai persiapan bagi tugas utama, untuk secara ilmiah meneliti bahasa dan kesusastraan suku bangsa tempat mereka bekerja.

Duhh.. bingung ya, kenapa sastra tertulis lebih dulu ada dibandingkan sastra lisan. Padahalkan umat manusia lebih dulu bisa berbicara daripada menulis”.

Sebenarnya, adanya perbedaan waktu yang terbalik itu karena sastra lisan dikukuhkan waktu perkembangannya sejak kehadiran bangsa belanda yang notabene ingin menyebarkan juga agama Katholik di Indonesia. Karena kepentingan mereka itulah mereka mulai mencaritahu apa saja bahasa, budaya, dan kearifan lokal yang ada di setiap daerah.

Hal itu penting bagi mereka karena mereka ingin menyelaraskan ajaran agama yang mereka ajarkan dengan kehidupan yang sudah ada di daerah tersebut.

Sedangkan sastra tertulis sudah ada sejak masa kerajaan. Diketahui dari berbagai penemuan prasasti, yang mana saat diketahuinya umur prasasti itu berada pada usia dimana Belanda belum masuk Indonesia. Makanya ada perbedaan waktu yang terbalik.

Kalau kita bisa simpulkan sebenarnya sastra lisan itu ada sejak sebuah bahasa, budaya, dan kearifan lokal di suatu daerah itu terbentuk. Karena tidak mungkin menetapkan waktunya yang berbeda-berbeda karena terlalu banyak suku di negeri ini. Maka ditetapkanlah sejak kegiatan yang dilakukan bangsa Belanda tersebut.

Kita semua harus tahu bahwa sastra sangat erat kaitannya dengan budaya, bahasa, dan kearifan lokal sebuah masyarakat. Sastra juga menganut ketiga nilai penting tersebut.
 

Sastra lisan dapat disebut sebagai Folklore. Folk yang berarti sebuah komunitas masyarakat tertentu yang memiliki ciri-ciri dan budaya yang sama. Sedangkan Lore merupakan sebagian kebudayaan masyarakat yang disampaikan secara turun-menurun dalam bentuk lisan.

Jadi, folklore atau sastra lisan adalah suatu kebudayaan yang dimiliki oleh sekelompok masyarakat tertentu yang diperoleh secara turun-menurun dari mulut ke mulut secara lisan.

Masyarakat yang belum mengenal huruf tidak punya sastra tertulis, tetapi mungkin memiliki tradisi lisan yang kaya dan beragam.

Adapun beberapa jenis sastra lisan yaitu:

1. Mitos atau Mite
Sastra yang bersifat religius, namun memberi rasio pada kepercayaan dan praktek keagamaan. Masalah pokok yang diulas di dalam mitos adalah masalah kehidupan manusia, asal mula manusia dan makhluk hidup lain, sebab manusia di bumi, dan tujuan akhir hidup manusia.

2. Legenda
Legenda merupakan cerita yang bersifat semihistoris mengenai pahlawan, terciptanya adat, perpindahan penduduk, dan selalu berisi percampuran antara fakta dan supranatural. Legenda tidak banyak mengandung masalah, namun lebih kompleks dari mitos.

3. Epik
Epik merupakan cerita lisan yang panjang, kadang-kadang dalam bentuk puisi atau prosa ritmis yang menceritakan perbuatan-perbuatan besar dalam kehidupan orang yang sebenarnya atau yang ada dalam legenda.

4. Dongeng
Dongeng merupakan suatu cerita yang tidak nyata dan tidak historis yang fungsinya untuk memberi hiburan dan memberi pelajaran atau nasihat.

Semua jenis sastra lisan diatas sekalipun semuanya disatukan dan dicetak oleh para ahli cerita rakyat dan paremiografer, hasilnya masih disebut "sastra lisan". Itu karena awal mula hadirnya jenis sastra tersebut dari hal yang tidak tertulis.
 

Setelah melihat penjelasan tentang Sastra Tertulis dan Sastra Lisan diatas, maka dapat ditarik kesimpulan atas perbedaan keduanya. Dapat dilihat pada tabel dibawah ini.




Diawal tadi telah disinggung tentang sastra kuno (lama). Jika ada sastra lama maka ada sastra baru. Mari kita lihat dulu apa sebenarnya sastra lama dan sastra baru itu.

1. Sastra Kuno (Lama)

Sastra ini merupakan golongan sastra yang telah ada sebelum sastra baru. Sastra lama dihasilkan oleh sastrawan yang berada pada zaman kerajaan atau masa dimana sebelum adanya pergerakan nasional.

Beberapa juga menyebutkan bahwa sastra lama itu adalah sastra dimana orang-orang belum mengenal tulisan. Jadi sastra masih berbentuk lisan atau sastra melayu yang tercipta dari suatu ujaran atau ucapan. Padahal sebenarnya tidak semuanya karya sastra lama itu hanya berbentuk lisan.

Pada zaman kerajaan terdahulu peraturan ada yang dibuat tertulis. Dimana itu juga disebut sebagai karya sastra. Lalu orang-orang pada zaman kerajaan terdahulu juga sudah mulai membuat surat. Dimana surat itu juga merupakan karya sastra.

Tetapi memang tidak salah beberapa orang menyebut sastra lama itu adalah sastra lisan karena memang beberapa karya sastra lisan itu hadir pada masa itu (yaitu masa kuno).

Sastra lama sendiri banyak dihasilkan sekitaran tahun 1870 hingga 1942. Kebanyakan berkembang di Sumatera.

 

Ciri-ciri dari sastra lama dapat dijelaskan sebagai berikut:

a. Anonim atau tidak memiliki nama pengarang. Ini karena beredar dari mulut ke mulut dengan ucapan.

b. Istanasentris yaitu terikat pada kehidupan istana kerajaan

c. Tema karangan lebih bersifat fantastis

d. Karangan berbentuk tradisional

e. Proses perkembangannya statis (tetap pada porsinya)

f. Bahasa klise


Cukup sulit pastinya bagi kita kalangan muda sekarang ini untuk memahami bahasa dari karya-karya sastra lama. Sebab bahasanya yang begitu kental dengan bahasa melayu.

Sekarang lanjut kita ketahui beberapa contoh karya sastra lama

1. Fabel
Cerita pendek berupa dongeng yang menggambarkan watak dan budi pekerti manusia yang diibaratkan pada binatang. Karakter-karakter yang terdapat pada binatang tersebut dianggap mewakili karakter-karakter manusia dan diceritakan mampu berbicara dan bertindak seperti halnya manusia.

Kita pasti pernah mendengar kisah Si Kancil, Ayam dan Burung Elang, Si Rusa dan Si Kulomang, dan beberapa yang lainnya. Semua itu masuk dalam kategori fabel.

2. Mantra
Kita pasti bingung. Bagaimana bisa mantra masuk dalam kategori sastra. Tapi kita harus percaya karena mantra merupakan rangkaian kalimat yang juga punya nilai estetis. Mantra bisa terus bertahan secara turun temurun layaknya sebuah do’a. Makanya dapat disebut karya sastra.

3. Gurindam
Merupakan bentuk puisi melayu lama yang terdiri dari dua baris kalimat dengan irama akhir yang sama. Bersajak a-a.

Banyak sekali mungkin dari kita masih bingung mengenai perbedaan Gurindam, Puisi, Pantun, dan Syair.

Yang perlu kita ketahui pertama adalah ketika mendengar atau membaca kata “Puisi” maka maksudnya adalah puisi modern. Yaitu rangkaian beberapa kalimat indah yang kebanyakan tidak lagi mementingkan jumlah baris, suku kata, maupun rima.

Syair sudah dijelaskan pada contoh karya sastra lisan di atas. Agar kita mengingat kembali. Syair terdiri dari empat baris kalimat dan sangat mementingkan irama. Dengan sajak a-a-a-a.

Dan Pantun juga telah dijelaskan. Sekedar mengingat lagi. Pantun terdiri dari sampiran (berupa kalimat penyampaian yang tidak berhubungan dengan isi) dan isi. Pantun bersajaak a-a-a-a atau a-b-a-b.

4. Pepatah
Merupakan jenis peribahasa yang berisi nasihat atau ajaran dari orang tua-tua. Pengertian pepatah adalah pribahasa yang mengandung nasihat atau ajaran dari orang-orang tua (biasanya dipakai atau diucapkan untuk mematahkan kalimat lawan bicara).
 

Contoh: Air tenang menghayutkan (orang pendiam, tetapi berilmu banyak).

5. Hikayat
Merupakan salah satu bentuk sastra prosa, terutama dalam Bahasa Melayu yang berisikan tentang kisah, cerita, dan dongeng. Umumnya mengisahkan tentang kehebatan maupun kepahlawanan seseorang lengkap dengan keanehan, kesaktian serta mukjizat tokoh utama.

6. Seloka
merupakan bentuk puisi Melayu Klasik, berisikan pepatah maupun perumpamaan yang mengandung senda gurau, sindiran bahkan ejekan. Biasanya ditulis empat baris memakai bentuk pantun atau syair, kadang-kadang dapat juga ditemui seloka yang ditulis lebih dari empat baris.

7. Talibun
Sejenis puisi lama seperti pantun karena mempunyai sampiran dan isi, tetapi lebih dari 4 baris (mulai dari 6 baris hingga 20 baris). Berirama abc-abc, abcd-abcd, abcde-abcde, dstnya.

8. Karmina
Dikenal dengan nama pantun kilat adalah pantun yang terdiri dari dua baris. Baris pertama merupakan sampiran dan baris kedua adalah isi. Memiliki pola sajak lurus (a-a). Biasanya digunakan untuk menyampaikan sindiran ataupun ungkapan secara langsung.

9. Pantun


10. Syair

11. Mythe atau Mitos

12. Legenda

13. Dongeng

Kelima contoh sastra lama yang terakhir tampaknya tidak perlu dijelaskan lagi. Karena penjelasan sekilasnya sudah cukup jelas untuk di pahami sebelumnya.

Lalu selanjutnya kita masuk pada pemahaman mengenai sastra baru (modern).

2. Sastra Baru (Modern)
Golongan sastra ini pastinya yang paling banyak diminati oleh masyarakat sekarang. Karena lebih luwes, mudah dimengerti, gaya bahasa yang simple, dan masih segar tentunya.

Sastra modern adalah sastra yang muncul dan berkembang setelah masa sastra lama. Bisa dikatakan bahwa sastra modern dimulai ketika terjadi perubahan-perubahan yang cukup mendasar terhadap sifat dan ciri khas sastra yang digunakan masyarakat.

Bisa dikatakan pula bahwa lahirnya sastra modern adalah ketika mulai terjadi perubahan penggunaan media yang digunakan yaitu dari media lisan yang bersifat kuno menjadi menggunakan media tulisan yang lebih modern.

Singkatnya adalah sastra modern merupakan sastra yang hidup dan berkembang di kalangan masyarakat modern.

Beberapa hal bentuk dan ciri-ciri dari sastra modern yang perlu di ketahui adalah:

1. Tidak terikat oleh adat istiadat atau lebih bersifat fleksibel

2. Berhubungan dengan kondisi sosial masyarakat

3. Mencerminkan kepribadian penerbitnya

4. Mencantumkan nama pengarangnya.

5. Tidak terikat dengan kaidah baku dan menggunakan bahasa yang lebih bebas.

Karya-karya sastra yang dianggap sebagai sastra modern yaitu: Novel, Cerpen, Roman, dan Puisi.

Setelah selesai dengan penjelasan mengenai pembagian sastra menurut kesusastraan dan penggolongannya berdasarkan waktu lahirnya. Selanjutnya kita bahas mengenai jenis-jenis sastra yang sudah ada.

Selanjutnya pengkategorian terhadap karya-karya sastra yang telah dibuat oleh penciptanya. beberapa kategori karya sastra tersebut yaitu:

1. Sastra Populer
Sastra populer adalah sastra yang populer pada masanya dan memiliki banyak pembaca, khususnya pembaca di kalangan remaja. Penulis sengaja menciptakan sebuah karya yang kemudian menjadi begitu terkenal karena membawakan tema yang pada masanya sangat diminati.

Sebutan sastra populer mulai merebak setelah tahun 70-an. Sering pula sastra yang terbit setelah itu dan mempunyai fungsi hiburan belaka, walaupun bermutu kurang baik, tetap dinamakan sebagai sastra populer atau sastra pop (Kayam, 1981: 82).
 

Biasanya sastra populer itu tidak mampu bertahan lama. Karena ketika habis masanya maka akan hilang peminatnya. Ini karena sastra populer itu hanya mengejar pembaca komersial. Kategori sastra ini juga tidak akan menceritakan sesuatu yang serius, karena hal itu akan mengurangi jumlah penggemarnya.

Beberapa contoh karya sastra populer misalnya novel-novel karangan Habiburrahman El Shirazy seperti Ayat-Ayat Cinta (2004), Ketika Cinta Bertasbih (2007), dan beberapa yang lainnya.

2. Sastra Serius
Sastra serius adalah sastra yang main-main (Kayam, 1981: 87). “Gimana maksudnya coba itu. Namanya sastra serius tapi pengertiannya sastra yang main-main”.

Jadi begini, sastra ini adalah sastra yang sulit sekali ditebak. Memberikan banyak sekali kemungkinan. Ketika membacanya kita membutuhkan daya konsentrasi yang cukup tinggi. Pengalaman dan permasalahan hidup yang ditampilkan disoroti sampai ke inti hakikat kehidupan yang bersifat universal.
 

Karena hakikat kehidupan tetap dipertahankan sepanjang masa. Itulah sebabnya karya sastra ini selalu menarik untuk diperbincangkan.

Hal inilah yang membedakan antara karya sastra populer dengan karya sastra serius. Karya sastra populer akan mati setelah masanya, sedangkan karya sastra serius tetap bertahan sampai kapan pun. Bahkan bisa dicetak berkali-kali oleh penerbitnya hingga tahun ke tahun.

Beberapa contoh karya sastra serius adalah Novel-novel karya Pramoedya Ananta Toer seperti: Bumi Manusia (1980), Anak Semua Bangsa (1980), dan Puisi karya Chairil Anwar seperti: Aku, dan beberapa karya yang lainnya.

3. Sastra Picisan
Sastra picisan merupakan pengistilahan para pakar sastra terhadap karya sastra populer. Sebenarnya sastra picisan lebih rendah derajatnya dari sastra populer. Itu karena sastra picisan membuat pembaca hanya memperoleh hiburan yang tergolong murahan.

Beberapa menganggap karya sastra seperti ini adalah sampah, ‘Sudra’, dan tak layak baca. Berdasarkan pandangan masyarakat modern, sastra picisan termasuk dalam kategori budaya rendah. Karena merayakan selera masa atau orang kebanyakan demi mendapatkan popularitas dan keuntungan dengan cepat.

Beberapa contoh karya sastra picisan adalah: Tante Girang (karya Ali Shahab), Babi Ngepet dan Penghisap Darah (karya Abdullah Harahap), dan beberapa yang lainnya.

4. Sastra Pendidikan
Sastra pendidikan merupakan sastra yang unsurnya lebih mementingkan fungsi didaktif, yaitu mendidik para pembaca karena nilai-nilai kebenaran dan kebaikan yang ada didalamnya.

Pada umumnya karya sastra klasik sama dengan sastra pendidikan, karena mengandung nilai-nilai pendidikan yang dominan. Hal ini dapat dilihat dari beberapa karya sastra terdahulu yang berjenis fabel. Dimana kisah yang diceritakan selalu memberikan pesan moral pada pembaca/pendengarnya.

Beberapa contoh karya sastra pendidikan adalah: Malin Kundang, Siti Nurbaya, Laskar Pelangi, dan yang lainnya.


Mungkin dari kita ada yang tidak sepaham dengan beberapa pengkategorian terhadap beberapa contoh karya sastra diatas. Yang penting kita ingat adalah bahwa pengkategorian karya sastra tersebut dibuat oleh para pakar sastra ataupun kritikus sastra yang menilai karya-karya sastra yang pernah beredar di pasaran.

Setidaknya dengan adanya beberapa jenis pengkategorian itu kita bisa tahu kategori sastra seperti apa yang kita minati. Atau jika ingin menjadi penulis, kita bisa tahu akan menulis karya sastra seperti apa.

Bagaimana pun juga setiap orang memang punya selera masing-masing. Seperti sastra picisan yang dianggap tak bernilai, nyatanya masih tetap punya penggemar di beberapa kalangan masyarakat.


Itu dia beberapa hal singkat tentang sastra. Mudah-mudahan bisa memberikan pemahaman cukup buat kita yang ingin mengenal sastra.
 

Sastra merupakan nyawa bagi setiap karya. Bahkan dalam keindahan sebuah lagu pun ada karya sastra yang menghidupkannya. Itulah liriknya.

Semoga artikel ini bermanfaat bagi kita. Silahkan share jika manfaatnya benar-benar dirasa.

0 komentar:

Posting Komentar